BUKU KESATU
ATURAN UMUM
BAB I
RUANG LINGKUP BERLAKUI.IYA KETENTUAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN PIDANA
Bagian Kesatu
Menurut Waktu
Pasal 1
(1) Tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
(2) Dalam menetapkan adanya Tindak Pidana dilarang digunakan analogi.
Penjelasan Pasal 1 Ayat (1)
Ketentuan ini mengandung asas legalitas yang menentukan bahwa suatu perbuatan merupakan Tindak Pidana jika ditentukan oleh atau didasarkan pada peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan dalam ketentuan ini adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah. Asas legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang mengandung ancaman pidana harus sudah ada sebelum Tindak Pidana dilakukan. Hal ini berarti bahwa ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.
Penjelasan Pasal 1 Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “analogi’ adalah penafsiran dengan cara memberlakukan suatu ketentuan pidana terhadap kejadian atau peristiwa yang tidak diatur atau tidak disebutkan secara eksplisit dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah dengan cara menyamakan atau mengumpamakan kejadian atau peristiwa tersebut dengan kejadian atau peristiwa lain yang telah diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah.
Pasal 2
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (l) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam UndangUndang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas hukum umum yang diakui masyarakat bangsa-bangsa.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan kriteria penetapan hukum yang hidup dalam masyarakat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan Pasal 2 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “hukum yang hidup dalam masyarakat adalah hukum adat yang menentukan bahwa seseorang yang melakukan perbuatan tertentu patut dipidana. Hukum yang hidup di dalam masyarakat dalam pasal ini berkaitan dengan hukum tidak tertr:lis yang masih berlaku dan berkembang dalam kehidupan masyarakat di Indonesia. Untuk memperkuat keberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut, Peraturan Daerah mengatur mengenai Tindak Pidana adat tersebut.
Penjelasan Pasal 2 Ayat (2)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “berlaku dalam tempat hukum itu hidup” adalah berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan
Tindak Pidana adat di daerah tersebut. Ayat ini mengandung pedoman dalam menetapkan hukum pidana adat yang keberlakuannya diakui oleh Undang-Undang ini.
Penjelasan Pasal 2 Ayat (3)
Peraturan Pemerintah dalam ketentuan ini merupakan pedoman bagi daerah dalam menetapkan hukum yang hidup dalam masyarakat dalam Peraturan Daerah.
Pasal 3
(1) Dalam hal terdapat perubahan peraturan perundangundangan sesudah perbuatan terjadi, diberlakukan peraturan perundang-undangan yang baru, kecuali ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama menguntungkan bagi pelaku dan pembantu Tindak Pidana.
(2) Dalam hal perbuatan yang te{adi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundangundangan yang baru, proses hukum terhadap tersangka atau terdakwa harus dihentikan demi hukum.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan bagi tersangka atau terdakwa yang berada dalam tahanan, tersangka atau terdakwa dibebaskan oleh Pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
(4) Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi tidak lagi merupakan Tindak Pidana menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan dihapuskan.
(5) Dalam hal putusan pemidanaan telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (4), instansi atau Pejabat yang melaksanakan pembebasan merupakan instansi atau Pejabat yang berwenang.
(6) Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) tidak menimbulkan hak bagi tersangka, terdakwa, atau terpidana menuntut ganti rugi.
(7) Dalam hal setelah putusan pemidanaan berkekuatan hukum tetap dan perbuatan yang terjadi diancam dengan pidana yang lebih ringan menurut peraturan perundang-undangan yang baru, pelaksanaan putusan pemidanaan disesuaikan dengan batas pidana menurut
peraturan perundang-undangan yang baru.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (1)
Cukup jelas.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (2)
Cukup jelas.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (3)
Cukup jelas.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (4)
Cukup jelas.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (5)
Cukup jelas.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (6)
Cukup jelas.
Penjelasan Pasal 3 Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “disesuaikan dengan batas pidana” adalah hanya untuk putusan pemidanaan yang lebih berat dari anczunan pidana maksimal dalam peraturan perundang-undangan yang baru, termasuk juga penyesuaian jenis ancarnan pidana yang berbeda.
Bagian Kedua
Menurut Tempat
Paragraf 1
Asas Wilayah atau Teritorial
Pasal 4
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan:
a. Tindak Pidana di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Tindak Pidana di Kapal Indonesia atau di Pesawat Udara Indonesia; atau
c. Tindak Pidana di bidang teknologi informasi atau Tindak Pidana lainnya yang akibatnya dialami atau terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di Kapal Indonesia dan di Pesawat Udara Indonesia.
Penjelasan Pasal 4 Huruf a
Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah satu kesatuan wilayah kedaulatan di daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, dan ruang udara di atasnya serta seluruh wilayah yang batas dan hak negara di laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen yang diatur dalam Undang-Undang.
Penjelasan Pasal 4 Huruf b
Cukup jelas.
Penjelasan Pasal 4 Huruf c
Yang dimaksud dengan “Tindak Pidana lainnya” misalnya, Tindak Pidana terhadap keamanan negara atau Tindak Pidana yang dirumuskan dalam perjanjian internasional yang telah disahkan oleh Indonesia.
Paragraf 2
Asas Pelindungan dan Asas Nasional Pasif
Pasal 5
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana terhadap kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berhubungan dengan:
a. keamanan negara atau proses kehidupan ketatanegaraan;
b. martabat Presiden, Wakil Presiden, dan/ atau Pejabat Indonesia di luar negeri;
c. mata uang, segel, cap negara, meterai, atau Surat berharga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, atau kartu kredit yang dikeluarkan oleh perbankan Indonesia;
d. perekonomian, perdagangan, dan perbankan Indonesia;
e. keselamatan atau keamanan pelayaran dan penerbangan;
f. keselamatan atau keamanan bangunan, peralatan, dan aset nasional atau negara Indonesia;
g. keselamatan atau keamanan sistem komunikasi elektronik;
h. kepentingan nasional Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang; atau
i. warga negara Indonesia berdasarkan perjanjian internasional dengan negara tempat terjadinya Tindak Pidana.
Penjelasan Pasal 5
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional tertentu di luar negeri.
Penentuan kepentingan nasional tertenhr yang ingin dilindungi dalam ketentuan ini, menggunakan perumusan yErng limitatif dan terbuka. Artinya, ruang lingkup kepentingan nasional yang akan dilindungi ditentukan secara limitatif, tetapi jenis Tindak Pidananya tidak ditentukan secara pasti. Penentuan jenis Tindak Pidana yang dipandang menyerang atau membahayakan kepentingan nasional diserahkan dalam praktik secara terbuka dalam batas yang telah ditentukan sebagai Tindak Pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Perumusan limitatif yang terbuka ini dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas praktik dan dalam perkembangan formulasi Tindak Pidana oleh pembentuk Undang-Undang pada masa yang akan datang. Fleksibilitas itu tetap dalam batas kepastian menurut ketentuan peraturan perundangundangan. Penentuan Tindak Pidana yang menyerang kepentingan nasional hanya terbatas pa.da perbuatan tertentu yang sungguh-sungguh melanggar kepentingan hukum nasional yang dilindungi. Pelaku hanya dituntut atas Tindak Pidana menurut hukum pidana Indonesia.
Pelaku Tindak Pidana yang dikenai ketentuan ini adalah Setiap Orang, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Alasan penerapan asas nasional pasif, karena pada umumnya Tindak Pidana yang merugikan kepentingan hukum suatu negara,.oleh negara tempat Tindak Pidana dilalnrkan tidak selalu dianggap sebagai suatu perbuatan yang harus dilarang dan diancam dengan pidana.
Paragraf 3
Asas Universal
Pasal 6
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana menurut hukum internasional yang telah ditetapkan sebagai Tindak Pidana dalam Undang-Undang.
Penjelasan Pasal 6
Ketentuan ini mengandr:ng asas universal yang melindungi kepentingan hukum Indonesia dan/atau kepentingan hukum negara lain. Landasan pengaturan asas ini terdapat dalam konvensi intemasional yang telah disahkan oleh Indonesia, misaleya:
a. konvensi internasional mengenai uang palsu;
b. konvensi internasional mengenai laut bebas dan hukum laut yang di dalamnya mengatur Tindak Pidana pembajakan laut;
c. konvensi internasional mengenai kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana atau prasarana penerbangan; atau
d. konvensi intemasional mengenai pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika.
Pasal 7
Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang penuntutannya diambil alih oleh Pemerintah Indonesia atas dasar suatu perjanjian internasional yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan penuntutan pidana.
Penjelasan Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan unhrk mengantisipasi perkembangan adanya perjanjian antara Indonesia dan negara lain yang warga negara dari negara lain tersebut penuntutannya diambil alih dan diadili oleh Indonesia karena melakukan Tindak Pidana tertentu yang diatur dalam perjanjian tersebut.
Paragraf 4
Asas Nasional Aktif
Pasal 8
(1) Ketentuan pidana dalam Undang-Undang berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan Tindak Pidana di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku jika perbuatan tersebut juga merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Tindak Pidana yang diancam dengan pidana denda paling banyak kategori III.
(4) Penuntutan terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan walaupun tersangka menjadi warga negara Indonesia, setelah Tindak Pidana tersebut dilakukan sepanjang perbuatan tersebut merupakan Tindak Pidana di negara tempat Tindak Pidana dilakukan.
(5) Warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dijatuhi pidana mati jika Tindak Pidana tersebut menurut hukum negara tempat Tindak Pidana tersebut dilakukan tidak diancam dengaa pidana mati.
Penjelasan Pasal 8
cukup jelas
Paragraf 5
Pengecualian
Pasal 9
Penerapan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 dibatasi oleh hal yang dikecualikan menurut perjanjian internasional yang berlaku.
Penjelasan Pasal 9
cukup jelas
Bagian Ketiga
Waktu Tindak Pidana
Pasal 10
Waktu Tindak Pidana merupakan saat dilakukannya perbuatan yang dapat dipidana.
Penjelasan Pasal 10
Waktu Tindak Pidana dalam ketentuan ini, misalnya:
a. saat perbuatan fisik dilakukan;
b. saat beke{anya alat atau bahan untuk menyemprrnakan Tindak Pidana; atau
c. saat timbulnya akibat Tindak Pidana.
Ketentuan ini tidak membedakan antara Tindak Pidana formil dan Tindak Pidana materiel.
Baglan Keempat
Tempat Tindak Pidana
Pasal 11
Tempat Tindak Pidana merupakan tempat dilakukannya perbuatan yang dapat dipidana.
Penjelasan Pasal 11
Tempat Tindak Pidana dalam ketentuan ini, misalnya:
a. tempat perbuatan {isik dilakukan;
b. tempat bekerjanya alat atau bahan untuk menyempurnakan Tindak Pidana; atau
c. tempat terjadinya akibat dari perbuatan yang dapat dipidana