Ibu Kota Negara bernama Nusantara

Sebaiknya Kita Tahu (Fiksi Hukum)

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara

Undang2 ini Mengubah :
1. UU No. 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara Di Provinsi Kalimantan Timur
(Pasal 3a dan Pasal 5 UU No. 7 Tahun 2002)
2. UU No. 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kabupaten Kutai Barat, Kabupaten Kutai Timur, dan Kota Bontang (Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 47 Tahun 1999)
3. UU No. 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Propisi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Pasal 1 angka 3 UU No. 25 Tahun 1956)

LATAR Belakang

Pembangunan dan pengelolaan Ibu Kota Nusantara memiliki visi Ibu Kota Negara sebagai kota dunia untuk semua yang bertujuan utama mewujudkan kota ideal yang dapat menjadi acuan (role model) bagi pembangunan dan pengelolaan kota di Indonesia dan dunia.

Visi besar tersebut bertujuan untuk mewujudkan Ibu Kota Nusantara sebagai:
a. kota berkelanjutan di dunia, yang menciptakan kenyamanan, keselarasan dengan alam, ketangguhan melalui efisiensi penggunaan sumber daya dan rendah karbon;
b. penggerak ekonomi Indonesia di masa depan, yang memberi peluang ekonomi untuk semua melalui pengembangan potensi, inovasi, dan teknologi; serta
c. simbol identitas nasional, merepresentasikan keharmonisan dalam keragaman sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika.

Mengingat pentingnya peran dan fungsi Ibu Kota Negara bagi Indonesia, pengaturan mengenai perencanaan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara merupakan bagian dari upaya Pemerintah Pusat untuk merealisasikan empat tujuan bernegara yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2. Memajukan kesejahteraan umum,
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Dalam Undang-Undang ini, penyelenggaraan pemerintahan daerah di Ibu Kota Nusantara dilakukan dengan memberikan pengaturan atas berbagai kekhususan yang berbeda dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang ada selama ini. Penyelenggaraan pemerintahan yang khusus di Ibu Kota Nusantara tersebut dimungkinkan dengan mengacu pada Pasal 18B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan berbagai kekhususan yang ada di Ibu Kota Nusantara, baik yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara maupun penyelenggaraan kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, diharapkan berbagai permasalahan, antara lain, ketidakjelasan pembagian urusan, tarik menarik, dan tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah penyelenggara Ibu Kota Negara dalam berbagai hal dan urusan pemerintahan tidak lagi terjadi dalam pelaksanaannya.

Beberapa PENGERTIAN

1. Ibu Kota Negara adalah Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Ibu Kota Negara bernama Nusantara dan selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara adalah satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus setingkat provinsi yang wilayahnya menjadi tempat kedudukan Ibu Kota Negara sebagaimana ditetapkan dan diatur.

Ibu Kota Nusantara memiliki visi sebagai kota dunia untuk semua yang dibangun dan dikelola dengan tujuan untuk:
a. menjadi kota berkelanjutan di dunia;
b. sebagai penggerak ekonomi Indonesia di masa depan; dan
c. menjadi simbol identitas nasional yang merepresentasikan keberagaman bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Cakupan WILAYAH

Posisi secara geografis terletak pada:
a. Bagian Utara pada 117″ O’ 3L.292″ Bujur Timur dan O’ 38’44.912″ Lintang Selatan;
b. Bagian Selatan pada 1L7″ lL’ 51.903″ Bujur Timur dan 1″ 15’25.260″ Lintang Selatan;
c. Bagian Barat pada 116′ 31′ 37.728″ Bujur Timur dan O’ 59’22.51O” Lintang Selatan; dan
d. Bagian Timur pada ll7″ L8’2a.O84″ Bujur Timur dan l’ 6′ 42.398′ Lintang Selatan.

Meliputi wilayah daratan seluas kurang lebih 256.142 ha (dua ratus lima puluh enam ribu seratus empat puluh dua hektare) dan wilayah perairan laut seluas kurang lebih 68.189 ha (enam puluh delapan ribu seratus delapan puluh sembilan hektare), dengan batas wilayah:
a. sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Penajam Kabupaten Penajam Paser Utara, Teluk Balikpapan, Kecamatan Balikpapan Barat,
Kecamatan Balikpapan Utara, dan Kecamatan Balikpapan Timur Kota Balikpapan;
b. sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kecamatan Sepaku Kabupaten Penajam Paser Utara;
c. sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Loa Kulu, Kecamatan Loa Janan, dan Kecamatan SangaSanga Kabupaten Kutai Kartanegara; dan
d. sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar.

Luas wilayah darat meliputi:
a. kawasan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 56.180 ha (lima puluh enam ribu seratus delapan puluh hektare); dan
b. kawasan pengembangan Ibu Kota Nusantara seluas kurang lebih 199.962 ha (seratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus enam puluh dua hektare).

PEMINDAHAN

1. lembaga Negara berpindah kedudukan serta menjalankan tugas, fungsi, dan peran secara bertahap di Ibu Kota Nusantara.
2. Pemindahan kedudukan l,embaga Negara secara bertahap dilakukan berdasarkan Rencana Induk Ibu Kota Nusantara.
3. Pemerintah Pusat menentukan Lembaga Pemerintah Non kementerian, Lembaga Non struktural, lembaga pemerintah lainnya, dan aparatur sipil negara yang tidak dipindahkan kedudukannya ke Ibu Kota Nusantara.
4. Perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional akan berkedudukan di Ibu Kota Nusantara berdasarkan kesanggupan dari masing-masing perwakilan negara asing dan perwakilan organisasi/lembaga internasional tersebut.

PARTISIPASI MASYARAKAT

1. Masyarakat dapat berpartisipasi dalam proses persiapan, pembangunan, pemindahan, dan pengelolaan Ibu Kota Negara.
2. Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dalam bentuk:
a. konsultasi publik;
b. musyawarah;
c. kemitraan;
d. penyampaian aspirasi; dan/atau
e. keterlibatan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *