Asas Dalam Perjanjian Syariah

Fiksi Hukum – Sebaiknya Kita Tahu

Asas Dalam Perjanjian Syariah

Yang dimaksud dengan hukum perjanjian Syariah adalah bagian dari hukum perikatan Syariah yang bersumber kepada akad.
Istilah Syariat dalam frasa “hukum perjanjian Syariah” identik dan dapat dipertukarkan dengan kata Islam, sehingga hukum perjanjian Syariah sama artinya dengan hukum perjanjian Islam. Hukum perjanjian Syariah, seperti juga hukum perjanjian pada umumnya, memuat dua katagori besar ketentuan.
Pertama, ketentuan-ketentuan umum yang berlaku terhadap semua perjanjian baik perjanjian bernama maupun tidak bernama.
Kedua memuat ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi aneka akad khusus yang biasanya dibicarakan ketika berbicara tentang masing-masing akad khusus tersebut.

Kata akad berasal dari al;’aqdu, yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan. Sebagaimana menurut etimologi Wahbah al-zuhaili, akad berarti “ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi”.
Sedangkan sebagai suatu istilah hukum Islam, definisi yang diberikan untuk akad adalah pertemuan ijab dan qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya.

Dalam hukum Islam terdapat asas-asas dari suatu perjanjian. Asas-asas akad ini tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan antara satu dan lainnya. Adapun asas-asas itu adalah sebagai berikut :
:
1. Asas Kebebasan (Al- Hurriyyah),

asas ini sesuai dengan firman Allah SWT yaitu surat Al-Maidah (5) ayat 1 sebagai berikut
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman ! Penuhilah janjijanji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umarah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.

2. Asas Persamaan dan Kesetaraan (Al-Musawah),

sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Hujurat ayat 13
Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

3. Asas Keadilan (Al-„Adalah),

asas ini sesuai dengan surat Al Maidah ayat 8
Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

4. Asas Kerelaan atau Konsensualisme (Al-Ridhuiyyah),

sesuai dengan surat An –Nisa ayat 29
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu

5. Asas Kejujuran (Ash – Shidq),

selaras dengan firman Allah SWT surat Al-Ahzab ayat 70
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.

6. Asas Kemanfaatan (Al-Manfa‟ah),

Dasar hukum asas kemanfaatan adalah surat Al-Baqarah ayat 168
Artinya : Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.

7. Asas Tertulis (Al-Kitabah),

dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 282-283
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan diantara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa maka yang lain mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan diantara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah menulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapat seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *