RKUHP Penjelasan Pasal 351-632

Sumber : https://bphn.go.id/data/documents/draft_ruu_kuhp_final.pdf

Pasal 351
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar kekuasaan umum atau lembaga negara dihormati. Oleh karena itu perbuatan menghina terhadap kekuasaan umum atau lembaga tersebut dipidana berdasarkan ketentuan ini.
Yang dimaksud dengan “kekuasaan umum atau lembaga negara” antara lain Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, atau pemerintah daerah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 352
Cukup jelas.

Pasal 353
Yang dimaksud dengan “memaksa” adalah melakukan tekanan terhadap seseorang agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang sebetulnya perbuatan itu tidak akan dilakukan kalau tidak ada tekanan.
Yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan dalam jabatan” adalah perbuatan yang dilakukan seseorang yang sedang bertugas sesuai dengan tugas jabatan yang dilimpahkan kepadanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 354
Perlawanan yang dimaksud dalam ketentuan ini dilakukan tidak saja terhadap pegawai negeri yang sedang menjalankan tugas yang sah, melainkan juga terhadap orang yang membantu, meskipun bukan pegawai negeri.

Pasal 355
Cukup jelas.

Pasal 356
Cukup jelas.

Pasal 357
Yang dimaksud dengan “keramaian” misalnya unjuk rasa atau demonstrasi.

Pasal 358
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “mencegah” adalah berusaha agar Pejabat yang berwenang yang bersangkutan tidak sempat bertindak.
Yang dimaksud dengan “menghalang-halangi” adalah apabila Pejabat yang berwenang tersebut sudah bertindak dan dicegah untuk melakukan tindakannya.
Yang dimaksud dengan “menggagalkan” adalah meniadakan hasil tindakan yang telah dilakukan Pejabat yang berwenang yang bersangkutan.

Pasal 359
Cukup jelas.

Pasal 360
Cukup jelas.

Pasal 361
Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah melalaikan kewajiban setiap orang membantu tercapainya keadilan, khususnya yang berkaitan dengan pengampuan dan perwalian.

Pasal 362
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa kewajiban Setiap Orang untuk membantu kekuasaan umum dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, seperti adanya bahaya bagi keamanan umum atau pada waktu seseorang tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana, dan sebagainya. Karena itu, perbuatan tidak membantu padahal perbuatan itu tidak akan membahayakan dirinya patut dicela.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 363
Cukup jelas.

Pasal 364
Yang dimaksud dengan “maklumat” adalah pengumuman yang
dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang.

Pasal 365
Ketentuan ini merupakan Tindak Pidana yang dikenal sebagai pelaporan atau pengaduan palsu. Yang dilaporkan atau diadukan adalah terjadinya Tindak Pidana, bukan perbuatan yang tidak merupakan Tindak Pidana.

Pasal 366
Dalam ketentuan ini perbuatan jabatan atau tanda kepangkatan adalah perbuatan jabatan atau tanda kepangkatan baik sipil maupun militer.

Pasal 367
Yang dimaksud “tanda kebesaran” adalah yang berhubungan dengan pangkat atau jabatan dalam kekuasaan umum, baik sipil maupun militer.

Pasal 368
Cukup jelas.

Pasal 369
Cukup jelas.

Pasal 370
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi penyelenggaraan kegiatan pos yang mendapatkan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan “Surat” misalnya kartu pos, warkat pos,
Surat cetakan, atau telegram.

Pasal 371
Cukup jelas.

Pasal 372
Cukup jelas.

Pasal 373
Cukup jelas.

Pasal 374
Dalam ketentuan ini, mengangkut Ternak dari satu tempat ke tempat yang lain, yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diwajibkan menggunakan Surat jalan yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah diangkutnya Ternak curian, Ternak yang sakit atau mencegah timbulnya penyakit pada Ternak lain atau pada manusia yang mengkonsumsikan daging Ternak tersebut.

Pasal 375
Cukup jelas.

Pasal 376
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “petikan dari Surat resmi negara” termasuk menyalin, mengutip isi Surat sebagian atau keseluruhan.
Yang dimaksud dengan “membuat salinan” termasuk memfotokopi dan sebagainya sesuai dengan kemajuan teknologi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 377
Ayat (1)
Ketidakbenaran dari keterangan palsu yang dimaksud dalam ketentuan ini harus diketahui oleh orang yang memberi keterangan tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 378
Dalam ketentuan ini, uang yang dipalsu atau ditiru tidak hanya mata uang atau uang kertas Indonesia, tetapi juga uang negara asing. Hal ini didasarkan Konvensi Internasional mengenai uang palsu tahun 1929 yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Pemberantasan Uang Palsu beserta Protokolnya (International Convention for The Suppression of Counterfeiting Currency and Protocol, Geneve 1929).

Pasal 379
Huruf a
Dalam ketentuan ini, orang yang mengedarkan uang palsu dengan tidak mengetahui tentang kepalsuannya tidak dapat dipidana.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 380
Yang dimaksud dengan “mengurangi nilai mata uang” misalnya
dengan mengikir mata uang emas atau mata uang perak.

Pasal 381
Cukup jelas.

Pasal 382
Orang yang dikenakan ketentuan ini adalah orang yang mengetahui bahwa uang tersebut palsu atau dipalsukan baik pada saat menerima uang tersebut atau pun beberapa saat setelah itu, dan kemudian tetap mengedarkannya.

Pasal 383
Yang dipidana bukan hanya orang yang meniru, memalsu, atau mengurangi nilai mata uang, akan tetapi juga orang yang melakukan perbuatan membuat atau menyediakan bahan atau benda, yang diketahuinya bahwa bahan atau benda tersebut akan digunakan untuk meniru, memalsu, atau mengurangi nilai uang yang resmi.

Pasal 384
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah diedarkannya di Indonesia Barang yang menyerupai mata uang. Menyimpan atau memasukkan benda semacam itu ke Indonesia hanya diperbolehkan apabila ada izin dan jika dipergunakan untuk perhiasan, misalnya dalam bentuk kalung atau gelang atau sebagai tanda kenang-kenangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 385
Cukup jelas.

Pasal 386
Yang dimaksud dengan “meterai” adalah perangko, meterai tempel,
meterai pajak televisi, dan jenis meterai lainnya.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia agar tidak ditiru atau dipalsu. Terjadinya peniruan atau pemalsuan akan menyebabkan berkurangnya kepercayaan terhadap meterai

Indonesia dan mengurangi pendapatan negara dari pengeluaran meterai.

Pasal 387
Cukup jelas.

Pasal 388
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin keabsahan atau keaslian dari cap negara atau tanda keahlian dari pelaku Tindak Pidananya yang diperintahkan oleh ketentuan peraturan perundang-udangan yang dibubuhkan kepada Barang emas atau perak tertentu. Dengan demikian, ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi Barang tersebut dari usaha pemalsuan yang akan merugikan konsumen.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 389
Cukup jelas.

Pasal 390
Ayat (1)
Untuk menjamin keabsahan dan ketepatan ukuran, takaran, atau timbangan yang dipergunakan dalam perdagangan, terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan Barang yang digunakan untuk mengukur, menakar dan menimbang (termasuk kelengkapannya) ditera oleh Pejabat yang berwenang untuk itu. Kewajiban tera ini untuk mencegah terjadinya praktik perdagangan yang tidak sehat yang akan merugikan konsumen. Ketentuan ini dimasudkan untuk mencegah terjadinya pemalsuan atas tera tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 391
Ayat (1)
Penghilangan tanda pada Barang yang ditera dilakukan oleh kantor metrologi dan dengan penghilangan tanda pada Barang yang ditera tersebut, tidak dapat dipakai lagi oleh pemiliknya.
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tanda batal” adalah tanda yang diberikan kepada Barang yang tidak atau tidak lagi memenuhi syarat untuk dipakai.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 392
Cukup jelas.

Pasal 393
Cukup jelas.

Pasal 394
Cukup jelas.

Pasal 395
Yang dimaksud dengan “Surat” adalah semua gambaran dalam pikiran yang diwujudkan dalam perkataan yaitu yang dituangkan dalam tulisan baik tulisan tangan maupun melalui mesin, termasuk juga antara lain salinan, hasil fotokopi, faksimile atas Surat tersebut. Surat yang dipalsu harus dapat:
a. menimbulkan suatu hak, misalnya karcis atau tanda masuk;
b. menimbulkan suatu perikatan, misalnya perjanjian kredit, jual beli, sewa menyewa;
c. menerbitkan suatu pembebasan utang; atau
d. dipergunakan sebagai bukti bagi suatu perbuatan atau peristiwa, misalnya buku tabungan, Surat tanda kelahiran, Surat angkutan, buku kas, dan lain-lain.

Pasal 396
Surat dalam ketentuan ini sifatnya lebih penting daripada Surat pada umumnya, oleh karena itu ancaman pidananya lebih berat daripada ancaman pidana pada perbuatan yang diatur dalam Pasal 393.

Pasal 397
Cukup jelas.

Pasal 398
Cukup jelas.

Pasal 399
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Surat keterangan tentang keadaan kesehatan” termasuk kesehatan fisik dan kesehatan jiwa.
Yang dimaksud dengan “Surat keterangan tentang kematian” termasuk keterangan kematian seseorang atau sebab kematian (visum et repertum).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 400
Cukup jelas.

Pasal 401
Cukup jelas.

Pasal 402
Perbuatan yang dilarang dalam ketentuan ini melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang keimigrasian.

Pasal 403
Cukup jelas.

Pasal 404
Cukup jelas.

Pasal 405
Yang dimaksud dengan “menggelapkan asal-usul orang” adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sehingga asal-usul seseorang menjadi tidak jelas, misalnya, menukar Anak, memungut Anak dikatakan Anaknya sendiri, atau menyembunyikan identitas kelahiran Anak.

Pasal 406
Yang dimaksud dengan “perkawinan” adalah antara laki-laki dan perempuan berdasarkan Undang-Undang mengenai perkawinan.

Yang dimaksud dengan “perkawinan yang ada menjadi penghalang yang sah” adalah perkawinan yang dapat digunakan sebagai alasan untuk mencegah atau membatalkan perkawinan berikutnya yang dilakukan oleh salah satu pihak yang terikat oleh perkawinan tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perkawinan.

Pasal 407
Yang dimaksud dengan “penghalang yang sah” adalah ketentuan persyaratan perkawinan yang harus dipenuhi untuk dilangsungkannya suatu perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai perkawinan.

Pasal 408
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah Undang-Undang mengenai perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pencatatan kelahiran dan kematian.

Pasal 409
Cukup jelas.

Pasal 410
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Di Muka Umum” adalah suatu tempat yang dapat dilihat, didatangi, atau disaksikan oleh orang lain.
Yang dimaksud dengan “kesusilaan” adalah perasaan malu
yang berhubungan dengan nafsu seksual.
Huruf b
Cukup jelas.

Pasal 411
Penafsiran pengertian Pornografi disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary communnity standard).
Membuat Pornografi dalam ketentuan ini tidak termasuk untuk diri sendiri atau kepentingan sendiri.

Pasal 412

Yang dimaksud dengan “secara terang-terangan” adalah secara
langsung melakukan perbuatan tersebut kepada Anak.

Pasal 413
Yang dimaksud dengan “alat untuk menggugurkan kandungan” adalah setiap benda yang menurut sifat penggunaannya dapat menggugurkan kandungan.

Pasal 414
Cukup jelas.

Pasal 415
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “bukan suami atau istrinya” adalah:
a. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
b. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
c. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
d. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan perkawinan; atau
e. laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “anaknya” dalam ketentuan ini adalah anak kandung yang sudah berumur 16 (enam belas) tahun.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 416
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Lihat penjelasan Pasal 415 ayat (2).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 417
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal dengan inses.

Pasal 418
Yang dimaksud dengan “perbuatan cabul” adalah segala perbuatan yang melanggar norma kesusilaan, kesopanan, atau perbuatan lain yang tidak senonoh, dan selalu berkaitan dengan nafsu birahi atau seksualitas.

Pasal 419
Cukup jelas.

Pasal 420
Cukup jelas.

Pasal 421
Tindak Pidana dalam ketentuan ini adalah perbuatan menggerakkan seseorang yang belum dewasa, belum kawin, dan berkelakuan baik untuk melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan dengannya atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul. Cara untuk menggerakkan seseorang tersebut adalah dengan memberi hadiah atau berjanji akan memberi hadiah, dan dengan cara tersebut pelaku Tindak Pidana menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau menyesatkan orang tersebut.

Pasal 422
Ayat (1)
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal dengan inses.
Ayat (2)
Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan ini pada dasarnya sama dengan perbuatan cabul atau persetubuhan yang diatur dalam pasal terdahulu. Namun perbuatan cabul atau persetubuhan yang diatur dalam ketentuan ini dilakukan terhadap orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengan pelaku Tindak Pidana.

Pasal 423
Cukup jelas.

Pasal 424
Cukup jelas.

Pasal 425
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberantas tempat pelacuran.

Pasal 426
Termasuk Tindak Pidana ini adalah mengirimkan laki-laki atau perempuan yang belum dewasa itu ke daerah lain atau ke luar negeri guna melakukan pelacuran atau perbuatan lain yang melanggar kesusilaan.

Pasal 427
Cukup jelas.

Pasal 428
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “anak yang ada di bawah kekuasaannya yang sah” adalah anak kandung, anak tiri, anak angkat, atau anak yang berada di bawah pengawasannya, atau anak yang dipercayakan untuk diasuh, dididik, atau dijaga dan belum berumur 12 (dua belas) tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 429
Cukup jelas.

Pasal 430
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “izin” adalah izin yang ditetapkan oleh pemerintah dengan memperhatikan hukum yang hidup dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 431
Cukup jelas.

Pasal 432
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, hakim perlu meneliti tiap kejadian, apakah hubungan antara terdakwa dan orang yang berada dalam keadaan terlantar memang dikuasai oleh hukum atau perjanjian yang mewajibkan terdakwa memberi nafkah, merawat, atau memelihara orang yang terlantar tersebut.
Ayat (2)
Termasuk dalam Pejabat adalah orang yang diserahi kewajiban untuk merawat atau memelihara orang terlantar dalam suatu organisasi kemasyarakatan yang pendanaannya bersumber dari masyarakat atau bantuan pemerintah.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 433
Cukup jelas.

Pasal 434
Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana yang didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa takut seorang ibu yang melahirkan diketahui orang lain sudah dianggap suatu penderitaan.

Pasal 435
Cukup jelas.

Pasal 436
Ketentuan ini menunjukkan adanya kewajiban Setiap Orang menyelamatkan jiwa orang lain dari bahaya maut, sepanjang pertolongan itu tidak membahayakan dirinya atau orang lain.

Pasal 437
Ayat (1)
Sifat dari perbuatan pencemaran adalah jika perbuatan penghinaan yang dilakukan dengan cara menuduh, baik secara lisan, tulisan, maupun dengan gambar, yang menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, sehingga merugikan orang tersebut. Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu harus suatu Tindak Pidana. Tindak Pidana menurut ketentuan dalam pasal ini objeknya adalah orang perseorangan. Penistaan terhadap lembaga pemerintah atau sekelompok orang tidak termasuk ketentuan pasal ini.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Sifat melawan hukum dari perbuatan tersebut ditiadakan karena adanya alasan pemaaf yaitu jika perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.

Pasal 438
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Dalam hal pelaku Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini diberi kesempatan oleh hakim untuk membuktikan kebenaran dari apa yang dituduhkan, tetapi ia tidak dapat membuktikan bahwa yang dituduhkan itu benar, pelaku Tindak Pidana dipidana sebagai pemfitnahan.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pembuktian kebenaran tuduhan hanya dibolehkan apabila hakim memandang perlu untuk memeriksa kebenaran bahwa terdakwa melakukan perbuatan itu untuk kepentingan umum, atau karena terpaksa membela diri.Pembuktikan kebenaran tuduhan juga diperbolehkan apabila yang dituduh adalah seorang pegawai negeri dan yang dituduhkan berkenaan dengan menjalankan tugasnya.

Pasal 439
Ayat (1)
Jika orang yang dihina, yaitu yang dituduh telah melakukan sesuatu perbuatan dan karenanya terserang kehormatan atau nama baiknya, dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap ternyata memang bersalah atas hal yang dituduhkan, terhadap penuduh tidak boleh dilakukan pemidanaan karena fitnah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 440
Ketentuan ini mengatur mengenai penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh terhadap orang lain. Penghinaan tersebut dilakukan Di Muka Umum dengan lisan atau tulisan, atau di muka orang yang dihina itu sendiri baik secara lisan, tulisan, maupun dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan kepadanya.

Pasal 441
Harus dibuktikan bahwa pelaku mengetahui bahwa pengaduan tersebut tidak benar dan sifatnya menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Pengaduan atau pemberitahuan dilakukan secara tertulis atau menyuruh orang lain untuk menuliskan dan tidak diharuskan ada tanda tangan pengadu. Dengan demikian, pengaduan atau pemberitahuan palsu dengan Surat anonim (black- mail) dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam pasal ini.

Pasal 442
Tindak Pidana dalam ketentuan ini terjadi jika seseorang dengan suatu perbuatan menimbulkan persangkaan bahwa orang lain melakukan Tindak Pidana, sedangkan persangkaan tersebut tidak benar, misalnya, A meletakkan jam tangan milik C di dalam laci B dengan maksud agar B dituduh mencuri jam tangan milik C.

Pasal 443
Tindak Pidana ini merupakan Tindak Pidana aduan dan pengaduannya hanya dapat diajukan oleh suami atau istrinya, atau oleh salah seorang keluarga sedarah maupun semenda dalam garis lurus atau menyamping sampai derajat kedua dari orang yang telah mati tersebut..

Pasal 444
Cukup jelas.

Pasal 445
Cukup jelas.

Pasal 446
Cukup jelas.

Pasal 447
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rahasia” adalah segala sesuatu yang hanya boleh diketahui oleh orang yang berkepentingan sedangkan orang lain tidak boleh mengetahuinya. Untuk mengetahui bahwa siapa yang diwajibkan menyimpan rahasia harus diteliti peristiwa demi peristiwa sesuai dengan ketentuan hukum atau kebiasaan yang berlaku di lingkungan di mana terdapat kewajiban semacam itu,misalnya, kewajiban arsiparis untuk menyimpan rahasia berkas yang sifatnya rahasia dan kewajiban dokter untuk merahasiakan pasien yang ditangani. Tindak Pidana ini menjadi Tindak Pidana aduan jika dilakukan terhadap orang tertentu.
Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 448
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat dalam dunia usaha.

Pasal 449
Cukup jelas.

Pasal 450
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini, merampas kemerdekaan dilakukan baik dalam bentuk fisik maupun psikis.
Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” adalah perbuatan merampas kebebasan seseorang bukan dalam rangka menjalankan tugas dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Misalnya, seorang polisi yang menangkap dan menahan seseorang dalam hal kedapatan tertangkap tangan melakukan Tindak Pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 451
Cukup jelas.

Pasal 452
Cukup jelas.

Pasal 453
Ayat (1)
Tindak Pidana dalam ketentuan pasal ini diklasifikasikan sebagai Tindak Pidana pemerasan yang menyangkut perampasan kemerdekaan. Pemerasan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan melalui berbagai bentuk ancaman.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 454
Penculikan merupakan salah satu bentuk Tindak Pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda dengan ketentuan sebelumnya, perampasan kemerdekaan dalam penculikan tidak dimaksudkan untuk memperdagangkan orang, tetapi secara melawan hukum untuk menempatkan orang tersebut di bawah kekuasaannya atau menyebabkan orang tersebut tidak berdaya.

Pasal 455
Penyanderaan merupakan salah satu bentuk Tindak Pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang. Berbeda dengan penculikan, penyanderaan dilakukan agar orang yang disandera

tetap berada di tempat kediamannya atau di tempat lain dan dilakukan dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan.

Pasal 456
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap Anak yang telah mendapatkan perlindungan hukum. Misalnya Anak yang ditempatkan di panti asuhan, apabila mereka dilarikan, maka pelaku Tindak Pidana dapat dipidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 457
Ayat (1)
Ketentuan ini berkaitan dengan Anak yang ditarik dari kekuasaan atau pengawasan yang sah, kemudian disembunyikan atau disembunyikan terhadap kepentingan penyidikan oleh Pejabat yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 458
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pengertian “membawa pergi perempuan” atau “melarikan perempuan (schaking)” dalam ketentuan pasal ini berbeda dengan “penculikan” (kidnapping) dalam Pasal 486 dan “penyanderaan” (taking hostage) dalam Pasal 487. Tindakan membawa pergi perempuan umumya terjadi antara laki-laki (yang melarikan) dan perempuan (yang dilarikan) berkaitan dengan hubungan cinta, dan karena itu perbuatan tersebut dilakukan atas persetujuan pihak perempuan.
Unsur Tindak Pidana pada ayat ini dikaitkan dengan umur yang belum dewasa dari perempuan yang dibawa pergi. Di samping unsur di bawah umur, yang perlu diperhatikan yaitu yang bersangkutan masih berada dalam pengawasan Orang Tua atau walinya.
Unsur Tindak Pidana dalam ketentuan ini tidak dikaitkan dengan umur perempuan yang dibawa lari, masih belum dewasa, atau masih di bawah umur, baik dalam status perkawinan ataupun tidak, tetapi jika perempuan tersebut dilarikan dengan tipu muslihat, Kekerasan atau dengan Ancaman Kekerasan, maka ancaman pidananya lebih berat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 459
Cukup jelas.

Pasal 460
Cukup jelas.

Pasal 461
Cukup jelas.

Pasal 462
Ayat (1)
Pembunuhan selalu diartikan bahwa Korban harus mati dan kematian ini dikehendaki oleh pelaku. Dengan demikian pengertian pembunuhan secara implisit mengandung unsur kesengajaan. Apabila tidak ada unsur kesengajaan atau tidak ada niat atau maksud untuk mematikan orang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut mati, perbuatan tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai Tindak Pidana pembunuhan menurut pasal ini.
Dalam ketentuan ini tidak dicantumkan unsur “dengan sengaja”, karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j. Dengan demikian hakim akan lebih mengutamakan untuk mempertimbangkan motif, cara, sarana, atau upaya membunuh, serta akibat dan dampaknya suatu pembunuhan bagi masyarakat.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “ibu, Ayah, atau anaknya” termasuk ibu, Ayah, atau anak tiri/angkat.
Pemberatan pidana dalam ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan adanya hubungan antara pelaku Tindak Pidana dan Korban, yang seharusnya pelaku Tindak Pidana berkewajiban memberi pelindungan kepada Korban.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 463
Cukup jelas.

Pasal 464
Ayat (1)
Ketentuan ini memuat peringanan ancaman pidana yang didasarkan pada pertimbangan bahwa rasa takut seorang ibu yang melahirkan diketahui orang lain sudah dianggap suatu penderitaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Kerena orang lain yang turut serta dalam pembunuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berada dalam kondisi psikologis yang sama dengan kondisi seorang ibu yang melakukan Tindak Pidana tersebut maka dalam prinsip penyertaan tidak berlaku dalam ketentuan ayat ini.

Pasal 465
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal dengan euthanasia aktif.
Meskipun euthanasia aktif dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, namun

perbuatan tersebut tetap diancam dengan pidana. Hal ini berdasarkan suatu pertimbangan karena perbuatan tersebut dinilai bertentangan dengan moral agama. Di samping itu juga untuk mencegah kemungkinan yang tidak dikehendaki, misalnya oleh pelaku Tindak Pidana justru diciptakan suatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga timbul permintaan untuk merampas nyawa dari yang bersangkutan.
Ancaman pidana di sini tidak ditujukan terhadap kehidupan seseorang, melainkan ditujukan terhadap penghormatan kehidupan manusia pada umumnya, meskipun dalam kondisi orang tersebut sangat menderita, baik jasmani maupun rohani. Jadi motif pelaku tidak relevan untuk dipertimbangkan dalam Tindak Pidana.

Pasal 466
Apabila orang yang didorong, dibantu, atau diberi sarana untuk bunuh diri tidak mati, orang yang mendorong,membantu, atau memberi sarana tersebut tidak dikenakan pidana.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa bunuh diri bukanlah suatu Tindak Pidana. Oleh karena itu, percobaan untuk melakukan bunuh diri juga tidak diancam dengan pidana.

Pasal 467
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi kandungan seorang perempuan. Jika yang diaborsi adalah kandungan yang sudah mati, ketentuan pidana dalam pasal ini tidak berlaku. Tidaklah relevan di sini untuk menentukan cara dan sarana apa yang digunakan untuk melakukan aborsi. Yang penting dan yang menentukan adalah akibat yang ditimbulkan, yaitu matinya kandungan itu.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “Tindak Pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan”, antara lain pemaksaan pelacuran, eksploitasi seksual, dan/atau perbudakan seksual.

Pasal 468
Cukup jelas.

Pasal 469
Cukup jelas.

Pasal 470
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan.

Dalam ketentuan ini juga tidak dicantumkan unsur “dengan sengaja” karena hal tersebut sudah diatur dalam Pasal 36 dan Pasal 54 huruf j dalam rangka pemberatan pidana.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal 471
Cukup jelas

Pasal 472
Ayat (1)
Tindak Pidana penganiayaan dalam ketentuan ini merupakan jenis penganiayaan berat, di samping penganiayaan dalam arti umum dan penganiayaan ringan. Batas dan ruang lingkup ketiga jenis penganiayaan ini diserahkan kepada pertimbangan hakim.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 473
Cukup jelas.

Pasal 474
Cukup jelas.

Pasal 475
Cukup jelas.

Pasal 476
Cukup jelas.

Pasal 477
Perbuatan dalam pasal ini dimaksudkan untuk atau sebagai bagian dari kegiatan/kekerasan seksual.
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Yang dimaksud dengan “Korban” adalah suami atau istri.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)

Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.

Pasal 478
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak memberi perumusan mengenai pengertian kealpaan. Pada umumnya pengertian kealpaan menunjukkan bahwa pelaku tidak menghendaki terjadinya akibat dari perbuatannya, yaitu kematian atau luka-luka. Namun, dalam kejadian konkret terdapat kesulitan untuk menentukan bahwa suatu perbuatan dapat disebut dengan kealpaan. Misalnya, seseorang yang sedang mengendarai kendaraan sedemikian rupa sehingga membahayakan lalu lintas umum yang kemungkinan besar menimbulkan Korban. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan tersebut pengertian kealpaan diserahkan kepada pertimbangan hakim untuk melakukan penilaian terhadap kasus yang dihadapi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 479
Ayat (1)
Dari jabatan atau profesi tertentu diharapkan adanya rasa tanggung jawab dalam menjalankan tugas atau pekerjaan yang dipercayakan kepada mereka. Dengan perkataan lain, kealpaan harus dihindarkan oleh orang yang menjalankan tugas atau pekerjaan secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika terjadi suatu kealpaan, ancaman pidananya ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 480
Yang dimaksud dengan “mengambil” tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga meliputi bentuk perbuatan “mengambil” lainnya secara fungsional (nonfisik) mengarah pada maksud “memiliki Barang orang lain secara melawan hukum.” Misalnya pencurian uang dengan cara mentransfer atau menggunakan tenaga listrik tanpa hak.
Yang dimaksud “dimiliki” adalah mempunyai hak atas Barang tersebut.

Pasal 481
Ayat (1)
Ketentuan ini mengatur pencurian yang bersifat khusus atau yang biasa dikenal dengan istilah pencurian dikualifikasi.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Barang yang merupakan
sumber mata pencaharian atau sumber nafkah utama

seseorang” misalnya sepeda motor bagi tukang ojek
motor, mesin jahit bagi seorang penjahit Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “rumah” adalah setiap bangunan atau tempat yang sengaja dibuat atau digunakan untuk tempat kediaman atau tempat tinggal.
Yang dimaksud dengan “pekarangan tertutup” adalah sebidang tanah yang mempunyai tanda batas tertentu, baik berupa tembok, pagar, tumpukan batu, tumbuh- tumbuhan, saluran air, atau sungai.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 482
Cukup jelas.

Pasal 483
Ayat (1)
Tindak Pidana pencurian dalam ketentuan pasal ini dikualifikasi sebagai pencurian dengan pemberatan. Unsur pemberatnya adalah adanya Kekerasan atau Ancaman Kekerasan terhadap orang di dalam melakukan pencurian. Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dapat dilakukan sebelum, pada saat, atau setelah pencurian dilakukan.
Kekerasan menunjuk pada penggunaan kekuatan fisik, baik dengan tenaga badan maupun dengan menggunakan alat, sedangkan Ancaman Kekerasan menunjukan keadaan sedemikian rupa yang menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir pada orang yang diancam.
Penggunaan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan ini tidak perlu semata-mata ditujukan kepada pemilik Barang, tetapi juga dapat pada orang lain, misalnya pembantu rumah tangga atau penjaga rumah.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 484
Cukup jelas.

Pasal 485
Cukup jelas.

Pasal 486
Ayat (1)

Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana pemerasan. Paksaan dalam ketentuan ini lebih bersifat paksaan fisik atau lahiriah, antara lain dengan todongan senjata tajam atau senjata api. Kekerasan atau Ancaman Kekerasan tidak harus ditujukan pada orang yang diminta untuk memberikan Barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga ditujukan pada orang lain, misalnya terhadap anak, atau istri atau suami.
Pengertian “memaksa” meliputi pemaksaan yang berhasil (misalnya Barang diserahkan) maupun yang gagal. Dengan demikian, jika pemerasan tidak berhasil atau gagal, pelaku Tindak Pidana tetap dituntut berdasarkan ketentuan dalam pasal ini, bukan dengan ketentuan mengenai percobaan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 487
Ayat (1)
Ketentuan dalam pasal ini mengatur tentang Tindak Pidana pengancaman.
Unsur utama Tindak Pidana dalam ketentuan ini sama dengan Tindak Pidana pemerasan yaitu memaksa orang supaya memberikan Barang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang. Perbedaannya terletak pada sarana pemaksaan yang digunakan. Pada pemerasan, paksaan lebih bersifat fisik dan lahiriah, sedangkan pada Tindak Pidana pengancaman sarana paksaannya lebih bersifat nonfisik atau batiniah yaitu dengan menggunakan ancaman penistaan baik lisan maupun tulisan atau dengan ancaman akan membuka rahasia.
Ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis atau membuka rahasia tidak harus berhubungan langsung dengan orang yang diminta untuk memberikan Barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga orang lain, misalnya terhadap Anak, istri, atau suami, yang secara tidak langsung juga menyerang kehormatan atau nama baik yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 488
Cukup jelas

Pasal 489
Cukup jelas.

Pasal 490
Ketentuan ini mengatur Tindak Pidana penggelapan. Pada Tindak Pidana penggelapan, Barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku Tindak Pidana. Hal ini berbeda dengan pencurian di mana Barang tersebut belum berada di tangan pelaku Tindak Pidana. Saat timbulnya niat untuk memiliki Barang tersebut secara melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu Barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan Tindak Pidana pencurian, sedang pada penggelapan,

niat memiliki tersebut baru ada setelah Barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku. Unsur Tindak Pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai Barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena Tindak Pidana, misalnya suatu Barang yang berada dalam penguasaan pelaku Tindak Pidana sebagai jaminan utang piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya.

Pasal 491
Cukup jelas.

Pasal 492
Cukup jelas.

Pasal 493
Dalam ketentuan ini, penyerahan Barang karena terpaksa, misalnya pada waktu terjadi bencana alam seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain, Barang tersebut diserahkan untuk diselamatkan atau karena tidak mampu mengurus sendiri Barang tersebut, sehingga perlu diserahkan kepada pihak lain.

Pasal 494
Cukup jelas.

Pasal 495
Cukup jelas.

Pasal 496
Ketentuan dalam pasal ini mengatur tentang Tindak Pidana penipuan. Perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara yang disebut dalam ketentuan ini, untuk memberikan sesuatu Barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.
Barang yang diberikan, tidak harus secara langsung kepada pelaku Tindak Pidana tetapi dapat juga dilakukan kepada orang lain yang disuruh pelaku untuk menerima penyerahan itu.
Penipuan adalah Tindak Pidana terhadap harta benda. Tempat Tindak Pidana adalah tempat pelaku melakukan penipuan, walaupun penyerahan dilakukan di tempat lain. Saat dilakukannya Tindak Pidana adalah saat pelaku melakukan penipuan.
Barang yang diserahkan dapat merupakan milik pelaku sendiri, misalnya Barang yang diberikan sebagai jaminan utang bukan untuk kepentingan pelaku. Penghapusan piutang tidak perlu dilakukan melalui cara hapusnya perikatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Juga termasuk misalnya perbuatan pelaku yang menghentikan untuk sementara pencatat kilometer mobil sewaannya, sehingga pemilik mobil memperhitungkan jumlah uang sewaan yang lebih kecil daripada yang sesungguhnya.
Ketentuan ini menyebut secara limitatif daya upaya yang digunakan pelaku yang menyebabkan penipuan itu dapat dipidana, yaitu

berupa nama atau kedudukan palsu, penyalahgunaan agama, tipu muslihat dan rangkaian kata bohong. Antara daya upaya yang digunakan dan perbuatan yang dikehendaki harus ada hubungan kausal, sehingga orang itu percaya dan memberikan apa yang diminta.

Pasal 497
Cukup jelas.

Pasal 498
Cukup jelas.

Pasal 499
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari perbuatan dengan cara curang dalam dunia perdagangan yang dilakukan oleh penjual. Dalam dunia perdagangan dapat terjadi penjual memberikan pengakuan palsu tentang sifat atau keadaan Barang yang dijualnya atau tidak menyatakan dengan sebenarnya sifat atau keadaan Barang tersebut, sehingga konsumen membeli suatu Barang yang tidak sesuai dengan harapan atau tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya.

Pasal 500
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk melindungi seseorang dari kerugian ekonomi melalui pemberian jasa kepada orang lain yang dilakukan akibat perbuatan curang dari orang lain tersebut. Misalnya, seseorang secara curang memanfaatkan kebaikan orang lain mempergunakan nomor dan saluran telepon dan membebankan biaya pembicaraan atau sambungan teleponnya kepada pelanggan telepon.

Pasal 501
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk melindungi perbuatan curang dalam dunia perdagangan yang dilakukan oleh konsumen, dengan tidak membayar lunas harga Barang dibeli. Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan ini, perbuatan konsumen tersebut dilakukan secara berulang-ulang yang menunjukkan bahwa perbuatan tersebut sebagai mata pencaharian atau kebiasaannya. Dalam masyarakat, perbuatan konsumen ini dikenal sebagai tindakan “mengemplang”.

Pasal 502
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah perbuatan curang dalam dunia asuransi yang dilakukan oleh pihak tertanggung dalam pembuatan perjanjian asuransi sehingga merugikan pihak penanggung asuransi.

Pasal 503
Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan perbuatan curang untuk memperoleh pembayaran uang asuransi.

Pasal 504
Cukup jelas.

Pasal 505
Yang dimaksud dengan “konosemen” adalah Surat yang diberi tanggal yang di dalamnya diterangkan oleh pengangkut, bahwa pengangkut telah menerima Barang tertentu, dengan maksud untuk mengangkut Barang tersebut ke tempat yang ditunjuk, dan menyerahkannya kepada orang yang ditunjuk, sesuai dengan persyaratan perjanjian penyerahan Barang.
Konosemen asli (lembar pertama) dalam ketentuan pasal ini merupakan Surat berharga dan dapat diperjualbelikan, sedangkan salinan atau lembaran lainnya tidak. Hanya konosemen lembar pertama atau asli dapat ditukarkan dengan jenis Barang yang tercantum di dalamnya.
Berhubung konosemen asli merupakan suatu Surat berharga, maka konosemen asli itu dapat dibebani dengan segala bentuk hak atas benda, seperti digadaikan, dijual, dipinjamkan, atau ditukarkan. Salinan atau lembaran lainnya yang bukan Surat berharga tidak mempunyai nilai sehingga jika dijual, pembelinya tidak akan menerima Barangnya dan perbuatan membebani salinan atau lembaran lainnya dengan hak atas benda merupakan perbuatan penipuan.

Pasal 506
Cukup jelas.

Pasal 507
Ayat (1)
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan makanan, minuman, atau obat dipalsu, jika nilai atau manfaatnya menjadi berkurang akibat dicampur dengan bahan lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 508
Cukup jelas.

Pasal 509
Yang dimaksud dengan “batas pekarangan” adalah setiap tanda yang dipergunakan untuk menunjukkan batas suatu pekarangan, seperti tembok, pagar, patok, tumpukan batu, tumbuh-tumbuhan, saluran air, sungai, atau pematang sawah dengan tujuan memisahkan suatu bidang tanah milik seseorang dari bidang tanah milik orang lain yang berdampingan.

Pasal 510
Yang dimaksud dengan “kabar bohong” adalah tidak hanya pemberitahuan palsu tentang suatu fakta tetapi juga pemberitahuan palsu tentang suatu keuntungan yang dapat diharapkan.

Pasal 511
Cukup jelas.

Pasal 512
Cukup jelas.

Pasal 513
Cukup jelas.

Pasal 514
Cukup jelas.

Pasal 515
Cukup jelas.

Pasal 516
Huruf a
Yang dimaksud dengan “menarik Barang dari harta benda milik perusahaan” adalah setiap perbuatan untuk menempatkan Barang di luar jangkauan kurator sebelum atau pada waktu dijatuhkannya kepailitan, termasuk mendiamkan piutang perusahaan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.

Pasal 517
Cukup jelas.

Pasal 518
Cukup jelas.

Pasal 519
Cukup jelas.

Pasal 520
Cukup jelas.

Pasal 521
Cukup jelas.

Pasal 522
Cukup jelas.

Pasal 523
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk mencegah suatu persetujuan perdamaian dibuat karena pelaku Tindak Pidana memperoleh keuntungan istimewa, padahal menurut undang- undang, persetujuan tersebut kalau sudah disahkan berlaku juga untuk kreditor yang semula tidak menyetujuinya. Hal ini juga berlaku untuk pengurus atau komisaris dari suatu Korporasi.

Pasal 524
Ayat (1)
Huruf a

Hak menahan (hak retensi) timbul berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yaitu Pasal 1616 atau Pasal 1812 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 525
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “menghancurkan” adalah membinasakan atau merusakkan sama sekali sehingga tidak dapat dipakai lagi.
Yang dimaksud dengan “merusak” adalah membuat tidak dapat dipakai untuk sementara waktu, artinya apabila Barang itu diperbaiki maka dapat dipakai lagi.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 526
Yang dimaksud dengan “bangunan gedung untuk sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik” misalnya, bangunan kereta api, Bangunan Listrik, bangunan telekomunikasi, bangunan untuk komunikasi lewat satelit atau komunikasi jarak jauh lainnya, stasiun radio atau televisi, bendungan, saluran gas, atau saluran air minum.

Pasal 527
Cukup jelas.

Pasal 528
Cukup jelas

Pasal 529
Cukup jelas

Pasal 530
Cukup jelas.

Pasal 531
Yang dimaksud dengan “komandan Tentara Nasional Indonesia” adalah komandan Angkatan Darat, Angkatan Laut, atau Angkatan Udara.

Pasal 532
Tindak Pidana dalam ketentuan ini merupakan Tindak Pidana terhadap penyelenggaraan peradilan.

Pasal 533
Yang dimaksud dengan “memaksa” adalah menggunakan
kekuasaan secara tidak sah. Sebagai contoh adalah penyidik yang

dalam melakukan penyidikan memaksa tersangka untuk mengaku atau memaksa saksi memberikan keterangan menurut kemauan dari penyidik. Memaksa dapat juga dilakukan secara fisik maupun secara psikis dengan jalan menakut-nakuti supaya tertekan jiwanya. Tetapi apabila yang diperiksa itu seorang saksi yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan kenyataan dan penyidik tersebut memberikan peringatan keras atau menunjukkan akibat yang tidak baik atas keterangan saksi yang bohong tersebut, ketentuan ini tidak diterapkan.

Pasal 534
Ketentuan dalam pasal ini mengatur Tindak Pidana yang dikenal dengan nama Torture. Tindak Pidana ini sudah menjadi salah satu Tindak Pidana internasional melalui konvensi internasional Convention against Torture and other Cruel, In Human or Degrading Treatment or Punishment, 10 December 1984. Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meratifikasi konvensi ini dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia), oleh karena itu perbuatan tersebut dalam Undang-Undang ini dikategorikan sebagai suatu Tindak Pidana.

Pasal 535
Cukup jelas.

Pasal 536
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “tidak memenuhi permintaan” misalnya tidak menindaklanjuti laporan atau informasi adanya seseorang yang dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 537
Cukup jelas.

Pasal 538
Demi keamanan dan ketertiban, hal yang berkaitan dengan terpidana atau orang yang ditahan harus berdasarkan putusan atau Surat perintah penahanan yang sah. Demikian juga Anak yang dimasukkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau orang yang sakit jiwa yang dimasukkan dalam rumah sakit jiwa harus berdasarkan Surat perintah yang sah.

Pasal 539
Ketentuan pasal ini dimaksudkan untuk memberikan pelindungan terhadap hak asasi seseorang atas rumah tinggalnya, yang merupakan hak pribadi seseorang sehingga harus dilindungi, tidak

boleh dimasuki orang lain tanpa izin dari penghuni rumah atau tanpa memperhatikan cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Demikian pula memasuki tempat tertutup atau pekarangan tertutup yang dipakai orang. Ketentuan ini dikenakan hanya terhadap Pejabat dalam menjalankan tugasnya. Ketentuan ini berlaku khusus bagi Pejabat dalam melakukan penggeledahan rumah atau membaca atau menyita Surat dalam rangka penyidikan Tindak Pidana tanpa memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 540
Huruf a
Ketentuan ini dimaksudkan untuk melindungi rahasia surat- menyurat. Tidak termasuk Tindak Pidana ini, apabila perbuatan itu dilakukan oleh penyidik yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memerlukan Surat tersebut sebagai alat bukti dalam rangka penyidikan Tindak Pidana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “penyelenggara sistem elektronik” adalah Setiap Orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik, baik secara sendiri- sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

Pasal 541
Cukup jelas.

Pasal 542
Cukup jelas.

Pasal 543
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Pejabat yang berwenang mengawinkan seseorang” adalah Pejabat sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang mengenai perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya.
Ayat (2)
Yang dimaksud “halangan yang sah)” adalah sesuai dengan syarat-syarat perkawinan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perkawinan.

Pasal 544
Cukup jelas.

Pasal 545
Cukup jelas.

Pasal 546
Cukup jelas.

Pasal 547
Ayat (1)

Tindak Pidana yang diatur dalam Pasal 546 sampai dengan Pasal 564 merupakan Tindak Pidana internasional, berarti pelaku Tindak Pidana tersebut dapat dituntut di negara manapun pelaku ditemukan asal negara tersebut menganut asas universalitas. Dengan demikian tidak dipersoalkan kewarganegaraan pelaku, demikian juga locus delicti dan nasionalitas Kapal tersebut, karena Tindak Pidana tersebut dianggap mengganggu ketertiban dunia.
Dalam hal ini Nakhoda atau pemimpin itu sendiri tidak melakukan pembajakan, tetapi hanya menyerahkan Kapal kepada bajak laut, untuk dipergunakan membajak. Meskipun merupakan Tindak Pidana yang berupa membantu, namun dijadikan Tindak Pidana tersendiri dengan pidana yang sama dengan Tindak Pidana pembajakan itu sendiri.
Apabila yang menyerahkan bukan Nakhoda atau pemimpin akan dipidana dengan pidana lebih rendah.
Ayat (2)
Dalam ketentuan ini orang atau Barang tidak harus berada di atas Kapal tapi bisa juga berada di pantai.

Pasal 548
Cukup jelas.

Pasal 549
Cukup jelas.

Pasal 550
Cukup jelas.

Pasal 551
Cukup jelas.

Pasal 552
Yang dimaksud dengan “mengambil alih atau menarik Kapal dari pemiliknya” adalah mengambil Kapal dari kekuasaan pemiliknya secara tidak sah, misalnya dengan melarikan Kapal tersebut dan mempergunakannya untuk kepentingan diri sendiri.

Pasal 553
Yang dimaksud dengan “Surat keterangan Kapal” antara lain Surat, dokumen, dan warta Kapal.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah dan memberantas kecurangan terhadap Surat keterangan Kapal yang dilakukan oleh Nakhoda atau pemimpin Kapal.

Pasal 554
Cukup jelas.

Pasal 555
Cukup jelas.

Pasal 556
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan mencegah pembuatan laporan palsu untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain,

misalnya seorang Nakhoda Kapal dengan sengaja menenggelamkan Kapalnya, tetapi dalam laporannya dikatakan bahwa Kapalnya telah mendapat kecelakaan dan tenggelam, karena itu mereka mendapat kesempatan untuk menerima pembayaran uang asuransi bagi Kapal dan/atau muatannya.

Pasal 557
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran.

Pasal 558
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan untuk mengatur mengenai pemberontakan di Kapal, tetapi di sini dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan bersekutu. Dalam ketentuan ini juga ditentukan pemberatan pidana, mengingat akibat yang ditimbulkan dan perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama.

Pasal 559
Cukup jelas.

Pasal 560
Cukup jelas.

Pasal 561
Yang dimaksud dengan “perwira Kapal” antara lain mualim dan
dokter Kapal.

Pasal 562
Cukup jelas.

Pasal 563
Cukup jelas.

Pasal 564
Cukup jelas.

Pasal 565
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “mengubah haluan Kapal” adalah mengubah tujuan perjalanan atau menyinggahi pelabuhan yang tidak termasuk rencana pelayaran semula, atau tidak langsung menuju pelabuhan yang telah ditentukan sebelumnya sebagai pelabuhan tujuan.

Pasal 566
Dalam ketentuan ini, Kapal atau Barang dapat ditarik, dihentikan, atau ditahan oleh Pejabat yang berwenang setempat, apabila melanggar ketentuan blokade, peraturan karantina, atau membawa Barang terlarang (penyelundupan).

Pasal 567
Yang dimaksud dengan “tidak memberi sesuatu yang wajib diberikan” misalnya memberikan makanan atau ransum.

Pasal 568
Yang dimaksud dengan “keadaan terpaksa” adalah sesuatu keadaan yang sedemikian rupa sehingga Nakhoda atau pemimpin Kapal terpaksa melakukan suatu tindakan untuk menjaga keselamatan pelayaran, misalnya karena kelebihan muatan yaitu untuk menjaga jangan sampai Kapal tenggelam atau karena penyakit menular.

Pasal 569
Ketentuan dalam pasal ini dimaksudkan sebagai usaha untuk mencegah penyalahgunaan bendera Indonesia.

Pasal 570
Yang dimaksud dengan “kapal pemerintah selain kapal perang yang bertugas dalam bidang keamanan dan ketertiban di laut” antara lain kapal polisi perairan dan kapal bea dan cukai.

Pasal 571
Ketentuan dalam pasal ini berkaitan dengan adanya suatu kewajiban untuk melakukan pencatatan setiap kelahiran atau kematian. Hal ini untuk kepentingan administrasi kependudukan. Apabila kelahiran atau kematian terjadi di laut kewajiban melakukan pencatatan dibebankan kepada Nakhoda Kapal.

Pasal 572
Perbuatan yang dimaksud dalam ketentuan ini merupakan perbuatan yang menghambat penegakan hukum.

Pasal 573
Cukup jelas.

Pasal 574
Cukup jelas

Pasal 575
Cukup jelas.

Pasal 576
Yang dimaksud dengan “tanda pengenal” misalnya, tanda palang merah. Maksud pemakaian tanda tersebut untuk melindungi Kapal atau sekoci rumah sakit dari serangan.

Pasal 577
Cukup jelas.

Pasal 578
Cukup jelas.

Pasal 579
Yang dimaksud dengan “bangunan untuk pengamanan lalu lintas udara” adalah fasilitas atau instalasi penerbangan yang digunakan untuk keamanan dan pengaturan lalu lintas udara seperti terminal, bangunan, menara, dan landasan.
Tindak Pidana Penerbangan dalam Bab ini hanya dapat menjadi Tindak Pidana Terorisme jika terdapat tujuan untuk melakukan

Tindak Pidana terorisme sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai terorisme.

Pasal 580
Cukup jelas.

Pasal 581
Yang dimaksud dengan “tanda atau alat untuk pengamanan penerbangan” adalah fasilitas penerbangan yang digunakan oleh atau bagi pesawat agar dapat mendarat atau tinggal landas secara aman, seperti tanda atau alat landasan termasuk garis di tengah landasan, tanda penunjuk atau koordinat landasan, tanda ujung landasan dan tanda adanya rintangan landasan termasuk lampu tanda pemancar radio, lampu tanda gedung lalu lintas udara, dan lampu tanda gedung stasiun udara, dan lain sebagainya.
Pengertian “memasang tanda atau alat yang keliru” dapat juga berarti secara sengaja dan melawan hukum memasang secara keliru alat atau tanda yang benar.
Yang dimaksud dengan “Pesawat Udara” adalah pesawat udara yang berada di darat, yaitu tidak Dalam Penerbangan atau masih dalam persiapan oleh awak darat atau oleh awak pesawat untuk penerbangan tertentu.

Pasal 582
Cukup jelas.

Pasal 583
Tindak Pidana dalam ketentuan pasal ini juga merupakan pembajakan udara sebagaimana diatur dalam Konvensi The Hague 1970 tentang “The Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft” (Pemberantasan Penguasaan Pesawat Udara Secara Melawan Hukum), yang diadakan di Den Haag-Belanda tahun 1970.
Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan Undang- Undang Nomor 2 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tokyo 1963, Konvensi The Hague 1970, dan Konvensi Montreal 1971, sehingga sebagai negara peserta harus memenuhi kewajiban yang diatur dalam Pasal 2 Konvensi, yaitu bahwa setiap negara peserta konvensi wajib memidana perbuatan pembajakan udara dengan pidana yang berat. Tindak Pidana tersebut merupakan Tindak Pidana internasional yang berarti bahwa setiap negara (peserta konvensi) mempunyai yurisdiksi terhadap setiap pembajak udara, dengan tidak memandang nasionalitas pelaku maupun Pesawat Udara serta tempat (negara) terjadinya pembajakan. Ini berarti bahwa apabila pelaku pembajakan udara tersebut diketemukan di Indonesia maka Indonesia berwenang menuntutnya. Oleh karena itu, Indonesia juga wajib membuat ketentuan pidana untuk Tindak Pidana ini.
Ayat (1)
Tindak Pidana dalam ketentuan pasal ini lazim dikenal dengan pembajakan udara. Dalam ketentuan ini perbuatan merampas atau mempertahankan perampasan tersebut dilakukan dengan jalan melawan hukum, misalnya menipu atau menyuap, sehingga pilot dengan sukarela menyerahkan kemudi Pesawat Udara yang sedang Dalam Penerbangan.
Ayat (2)

Berbeda dengan pembajakan udara yang diatur pada ayat (1), perbuatan merampas atau mempertahankan perampasan pada ayat ini dilakukan dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dalam bentuk apapun, sehingga pilot berada dalam keadaan daya paksa dan tak bisa berbuat lain kecuali menyerahkan kemudi Pesawat Udara.

Pasal 584
Ketentuan pasal ini merupakan Tindak Pidana yang wajib dilarang oleh negara peserta Konvensi Montreal 1971 tentang “The Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil Aviation” (Pemberantasan Tindakan-tindakan Melawan Hukum yang Mengancam Keamanan Penerbangan Sipil) yang diadakan di Montreal-Kanada pada tahun 1971, sebagai pelengkap Konvensi Den Haag tahun 1970.

Pasal 585
Cukup jelas.

Pasal 586
Cukup jelas.

Pasal 587
Cukup jelas.

Pasal 588
Cukup jelas.

Pasal 589
Cukup jelas.

Pasal 590
Cukup jelas.

Pasal 591
Cukup jelas.

Pasal 592
Cukup jelas.

Pasal 593
Ketentuan yang diatur dalam pasal ini adalah tindakan berupa pemberitahuan palsu, misalnya melalui telepon atau alat komunikasi lainnya tentang adanya bom dalam Pesawat Udara. Dengan pemberitahuan palsu tersebut, yang dikenal dengan istilah bomb hoax, sudah dapat menimbulkan kepanikan bagi awak serta Penumpang yang dapat menyebabkan bahaya bagi Pesawat Udara.

Pasal 594
Cukup jelas.

Pasal 595
Benda dalam ketentuan ini adalah benda yang berasal dari Tindak Pidana, misalnya berasal dari pencurian, penggelapan, atau

penipuan. Tindak Pidana yang diatur dalam ketentuan pasal ini disebut dengan Tindak Pidana proparte dolus proparte culpa.

Pasal 596
Orang yang secara berulang-ulang melakukan Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 595 tidak perlu dibuktikan bahwa pelaku Tindak Pidana melakukan Tindak Pidana ini untuk mengejar keuntungan. Dikategorikan “menjadikan kebiasaan” karena perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang meskupun jangka waktunya agak lama.

Pasal 597
Cukup jelas.

Pasal 598
Tindak Pidana dalam ketentuan ini lazim disebut dengan delik pers. Pada dasarnya dalam delik delik pers, pelaku Tindak Pidana adalah orang yang membuat tulisan. Akan tetapi apabila syarat sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b dipenuhi, penerbit yang harus memepertanggungjawabkan Tindak Pidana tersebut.

Pasal 599
Ketentuan dalam pasal ini ditujukan kepada pencetak.

Pasal 600
Cukup jelas.

Pasal 601
Cukup jelas.

Pasal 602
Tindak Pidana khusus yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Tindak Pidana yang memenuhi kriteria:
a. dampak viktimisasinya (Korbannya) besar;
b. sering bersifat transnasional terorganisasi (Trans-National Organized Crime);
c. pengaturan acara pidananya bersifat khusus;
d. sering menyimpang dari asas umum hukum pidana materiel;
e. adanya lembaga pendukung penegakan hukum yang bersifat dan memiliki kewenangan khusus (misalnya Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia);
f. didukung oleh berbagai konvensi internasional baik yang sudah diratifikasi maupun yang belum; dan
g. merupakan perbuatan yang dianggap sangat jahat (super mala per se) dan sangat dikutuk oleh masyarakat (strong people condemnation).

Tindak Pidana tersebut antara lain:
1. Tindak Pidana Berat Terhadap Hak Asasi Manusia;
2. Tindak Pidana Terorisme;
3. Tindak Pidana Korupsi;
4. Tindak Pidana Pencucian Uang; dan

5. Tindak Pidana Narkotika.

Pasal 603
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “kekerasan seksual lain yang setara” adalah perbuatan untuk melakukan pemaksaan seksual yang serius sebagai bentuk Tindak Pidana terhadap kemanusiaan.

Pasal 604
Cukup jelas.

Pasal 605
Cukup jelas.

Pasal 606
Cukup jelas.

Pasal 607
Yang dimaksud dengan “merugikan keuangan negara” adalah
berdasarkan hasil pemeriksaan lembaga negara audit keuangan.

Pasal 608
Cukup jelas.

Pasal 609
Cukup jelas.

Pasal 610
Cukup jelas.

Pasal 611
Cukup jelas.

Pasal 612
Cukup jelas.

Pasal 613
Cukup jelas.

Pasal 614
Cukup jelas.

Pasal 615
Cukup jelas.

Pasal 616
Cukup jelas.

Pasal 617
Cukup jelas.

Pasal 618
Cukup jelas.

Pasal 619
Cukup jelas.

Pasal 620
Cukup jelas.

Pasal 621
Dalam ketentuan ini, penyesuaian ketentuan pidana tidak termasuk bagi ancaman pidana denda yang diatur dalam Undang- Undang pidana administratif.
Lihat penjelasan Pasal 187.

Pasal 622
Cukup jelas.

Pasal 623
Cukup jelas.

Pasal 624
Cukup jelas

Pasal 625
Cukup jelas

Pasal 626
Cukup jelas

Pasal 627
Cukup jelas.

Pasal 628
Yang dimaksud dengan “lembaga penegak hukum” misalnya, lembaga yang menyelenggarakan pemberantasan Tindak Pidana narkotika, selain menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang mengenai narkotika, juga menangani Tindak Pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Demikian juga lembaga yang menyelenggarakan pemberantasan Tindak Pidana korupsi, selain menangani Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang mengenai pemberantasan Tindak Pidana korupsi, juga menangani Tindak Pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 629
Cukup jelas.

Pasal 630
Cukup jelas.

Pasal 631
Cukup jelas.

Pasal 632
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR …TAHUN …

Diterbitkan
Dikategorikan dalam Info

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *