Mengapa Sebaiknya Kita Tahu

Sebaiknya kita tahu (fiksi hukum)

Tentang : Mengapa Sebaiknya kita tahu ?

PRA

Sebaiknya kita tahu bahwa setiap kehidupan kita (dari lahir sampai mati) di atur oleh peraturan.

Fictie Hukum, yang dalam adagium bahasa Romawinya “Ignorantia Juris Neminem Excusat” yang bermakna ketidaktahuan hukum tidak memaafkan siapapun. Hakikat adagium ini adalah setiap orang dianggap tahu akan hukum.

SEBUAH PEMIKIRAN

Ada anggapan yang bilang kalo mahasiswa fakultas hukum pasti hafal undang-undang. Saat itu, kita takkan berdaya, karena setiap tahun ada Peraturan baru yang terbut, seperti misalnya tahun 2022 (cek info https://klubhukum.com/info/daftar-uu-pp-2022/) jumlahnya 23 Undang-Undang dan 28 Peraturan pemerintah belum lagi peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan gubernur bahkan peraturan desa dan jika di kalikan umur kita milsanya 20 tahun maka terdapat peraturan perundang-undangan sejumlah lebih dari 1.000 (seribu) dan tidak mungin kita hafal seluruhnya.

Ada teori hukum klasik yang bilang bahwa “ubi societas ibi ius” atau dapat diartikan dimana ada masyarakat pasti disitu ada hukum. Teori ini diperkenalkan oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), seorang ahli hukum yang dilahirkan di Roma, Italia. Saat pertama kali dengerin teori ini, kita akan bertanya-tanya, benarkah hal demikian?, terus gimana halnya dengan mereka yang tinggal jauh di pedalaman dan belum tersentuh, emang disana ada hukum juga ?

Namun setelah mempelajarinya, akhirnya kita akan bertemu pada kesimpulan bahwa makna hukum ngga sesempit seperti peraturan tertulis yang dibuat oleh pemerintah aja. Melainkan meliputi seluruh norma yang hidup di masyarakat, dibuat oleh masyarakat, dan dijadikan pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk norma yang eksis di daerah pedalaman yang umumnya ngga tertulis. Sederhananya, teori tersebut ngajarin kita tentang pentingnya kehadiran hukum untuk mengatur dan membatasi tingkah laku masyarakat dalam mencapai cita-cita bersama.

Karena Tanpa hukum, kehidupan kita akan jadi liar, “siapa yang kuat dialah yang menang”. HUKUM RIMBA
Plautus dengan karyanya yang berjudul Asinaria, kalo manusia tanpa hukum itu ngga jauh beda dengan “homo homini lupus”, diartikan manusia adalah serigala bagi manusia lainnya.

PENGERTIAN

Menurut kamus hukum, fiksi atau dalam Bahasa Latin fictio adalah angan-angan, bentuk hukum, kontruksi hukum, bangunan hukum, di samping peraturan perundang-undangan. Van Apeldoorn memberi pendapat, fictie atau fiksi adalah bahwa kita menerima sesuatu yang tidak benar sebagai sesuatu hal yang benar atau dengan kata lain kita menerima apa yang sebenarnya tidak ada sebagai ada atau yang sebenarnya ada sebagai tidak ada.

Metode fiksi sebagai penemuan hukum ini sebenarnya berlandaskan asas “in dubio pro reo” yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui hukum. Pada fiksi hukum pembentuk undang-undang dengan sadar menerima sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan sebagai kenyataan yang nyata. Fiksi adalah metode penemuan hukum yang mengemukakan fakta-fakta baru kepada kita, sehingga tampil suatu personifikasi baru di hadapan kita.

Scholten berpendapat bahwa fiksi itu hanya berfungsi pada saatsaat peralihan, dan manakala peralihan usai berakhir pula fungsi fiksi
itu. Jadi dalam fiksi hukum setiap orang mengetahui semua ketentuanhukum yang berlaku dan hal ini sangat diperlukan oleh hakim dalam praktik hukum. Fiksi hukum sangat bermanfaat untuk mengajukan hukum, yaitu untuk mengatasi benturan antara tuntutan-tuntutan baru
dan sistem yang ada.

MENGAPA fiksi hukum perlu diterapkan?

Teori/Asas Fiksi Hukum diperlukan untuk mengantisipasi ketika peraturan perundang-undangan itu diberlakukan terhadap seseorang yang belum mengetahui adanya suatu peraturan perundang-undangan.

Menurut, Saefuddin bahwa Teori/Asas Fiksi Hukum diperlukan untuk mengantisipasi ketika peraturan perundang-undangan itu diberlakukan terhadap seseorang yang belum mengetahui adanya suatu peraturan perundang-undangan. Tanpa adanya teori/asas fiksi hukum kemungkinan banyak orang yang akan lolos dari jeratan peraturan perundang-undangan. fiksi hukum memegang peranan juga dalam pengadilan dan terkadang memegang peran yang sangat berbahaya.Untuk hakim, fiksi adalah alat yang memikat, karena fiksi memberikan hakim kemampuan untuk mencapai suatu keadaan yang diinginkannya

Fiksi hukum menyatakan bahwa “setiap orang dianggap tahun akan undang-undang”. Hal ini didasarkan pada satu alasan, bahwa manusia mempunyai kepentingan sejak lahir sampai mati. Setiap kepentingan manusia tersebut selalu diancam oleh bahaya di sekelilingnya.Oleh karena itu manusia memerlukan perlindungan kepentingan, yang dipenuhi oleh berbagai kaidah sosial yang salah satunya adalah kaidah hukum.Karena kaidah hukum melindungi kepentingan manusia, maka harus dipatuhi manusia lainnya. Sehingga timbul kesadaran untuk mematuhi peraturan hukum, supaya kepentingannya sendiri terlindungi.

Teori fiksi hukum mengasumsikan bahwa pengundangan peraturan mempunyai kekuatan mengikat, mengikat setiap orang untuk mengakui eksistensi peraturan tersebut. Dengan demikian, pengundangan peraturan tersebut tidak memerdulikan apakah masyarakat akan mampu mengakses peraturan tersebut atau tidak, apakah masyarakat akan menerima peraturan tersebut atau tidak. Disinilah muncul kelemahan dari teori fiksi hukum, Pemerintah dapat berbuat sewenang-wenang pada masyarakat yang dianggap melanggar aturan hukum dan menyampingkan ketidaktahuan masyarakat atas hukum atau peraturan yang harus ditaati.

MASYARAKAT AWAM HUKUM

Masyarakat awam hukum adalah masyarakat yang tidak pernah mempelajari ilmu hukum. Bagi mereka pengertian tentang hukum itu tidak penting. Yang penting adalah penegakannya dan perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Persepsi umum yang lahir dan masih berkembang dalam masyarakat adalah masih adanya ketidakpuasan sebagian masyarakat terhadap badan pengadilan. masyarakat awam melihat hukum bukan dari produk-produk hukum yang ada atau yang pemerintah keluarkan. Masyarakat umumnya melihat pengadilan sebagai hukum. Begitu pula persepsi mereka terhadap polisi, jaksa, atau pengacara.

SEJARAH

Fictie Hukum yang merupakan produk Napoleon Bonaparte di Perancis, dibawa ke Belanda karena Belanda dijajah oleh Perancis pada tahun1830-1839. Code Penal Perancis diterjemahkan ke dalam hukum Belanda menjadi Wetboek van Strafrechts, termasuk Fictie Hukum. Anehnya lagi, Belanda menjajah Indonesia, Wetboek van Strafrechts diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Fictie Hukum ikut di dalamnya.

DI INDONESIA

Pada dewasa ini, fictie hukum telah dituangkan secara formal dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan (UU P3). Pasal 81 Bab X UU P3 dinyatakan bahwa:
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:
1. Lembaran Negara Republik Indonesia;
2. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia;
3. Berita Negara Republik Indonesia;
4. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia;
5. Lembaran Daerah;
6. Tambahan Lembaran Daerah; atau
7. Berita Daerah.

Pasal 82 UU P3 mengatur peraturan perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara:
Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi:
1. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
2. Peraturan Pemerintah;
3. Peraturan Presiden; dan
4. Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

(Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 jo UU No. 13 Tahun 2022 jo UU No. 15 Tahun 2019)

 

Jadi, apa yang kita lakukan ??

Apakah lebih baik tahu hukum untuk menghindari menjadi korban kejahatan ataukah … ?

Diterbitkan
Dikategorikan dalam Info

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *